DPR Desak Manajemen Lama Jiwasraya “Dicekal”
JAKARTA ( Merdeka News ) : Hingga Kamis (26/12/2019) belum ada kepastian mengenai instrument yang akan digunakan DPR-RI untuk mengendus kasus dugaan kerugian negara di PT Asuransi Jiwasraya, milik BUMN. Hanya saja, Komisi VI DPR-RI sudah sepakat pada satu kata ; melakukan penuntasan dengan jalan membentuk panitai khusus (pansus) atau panitia kerja (panja).
Seperti diketahui, politikus Partai Demokrat Andi Arief meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak tinggal diam terkait kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, dengan mengarahkan partai politik pendukungnya di parlemen. Seperti tersengat dengan kasus ini, Komisi VI DPR menyebut usulan itu sudah muncul dalam rapat sebelumnya dan segera ditindaklanjuti.
Lebih lanjut Martin menyebut bahwa menyebut urusan Jiwasraya harus mendapatkan perhatian. Kasus ini melibatkan banyak pihak sehingga harus segera ditindaklanjuti. “(Kasus Jiwasraya) Salah satu masalah yang harus mendapatkan perhatian karena melibatkan banyak orang sebagai nasabah, bahkan ada juga yang berasal dari nasabah luar negeri,” ucap Martin.
Kasus ini tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam penyidikan awal, Kejagung sudah menaksir angka kerugian negara di kasus korupsi ini, yaitu sekitar Rp 13,7 triliun. Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menilai Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam hal berinvestasi. Menurut Burhanuddin, Jiwasraya malah menempatkan 95 persen dana di saham yang berkinerja buruk.
Masalah keuangan yang menimpa Jiwasraya disebut terjadi sejak beberapa tahun lalu. Hal ini karena pengurus lama tidak menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan bisnisnya. Anggota komisi VI DPR, Mukhtaruddin mendesak agar hasil audit yang telah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bisa dibuka.
Hal ini, kata dia, bertujuan untuk mengungkap adanya kesalahan pengelolaan investasi perseroan dan dugaan adanya korupsi yang dilakukan direksi lama. Dia menjelaskan, masalah yang terjadi di Jiwasraya bukan merupakan kesalahan direksi baru. Melainkan, masalah defisit keuangan perseroan merupakan kesalahan direksi lama yang dinilai sudah merupakan perampokan terstruktur.
“Saya sepakat ini ada perampokan terstruktur, karena tidak mungkin investasi yang dilakukan tanpa ada kehati-hatian pasti ada unsur kesengajaan,” kata dia di ruang komisi VI DPR, Jakarta. Ia juga meminta penegak hukum bisa segera memproses adanya dugaan korupsi yang dilakukan manajemen dan direksi lama. “Infonya Kejagung juga udah masuk,” katanya.
“Perlu ada pencekalan terhadap direksi lama yang terindikasi terlibat. Orang lama yang harus bertanggungjawab. Ini malah direksi baru yang selamatkan iya,” jelas dia. Dia mengapresiasi langkah direksi baru Jiwasraya dalam menyelamatkan perusahaan. Terlebih saat ini, perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia tengah menghadapi defisit hingga Rp 32 Triliun akibat kesalahan yang dilakukan direksi lama.
“Yang pertama tentu kita apresiasi pada pak Hexana selamatkan asuransi ini, sampai dari segi menenangkan nasabah. Makanya kita harus bekerjasama,” ujar Mukhtaruddin. Sedang anggota Komisi VI lainnya, Rieke Diah Pitaloka mendesak Kepolisian dan pihak Imigrasi mencekal manajemen lama Jiwasraya untuk mengungkap adanya dugaan korupsi. “Pertama direksi yang ada adalah baru semua. Artinya publik juga harus tahu bahwa ini bukan direksi yang akibatkan persoalan Jiwasraya seperti ini. Jadi mohon ada cekal untuk direksi lama,” ujar Rieke dalam Rapat Dengar Pendapat di Jakarta. (KRJ/NN)