Ikatan Guru Indonesia Persiapkan Blended Learning
JAKARTA ( Merdeka News ) : Ikatan Guru Indonesia saat ini telah mempersiapkan blended learning sebagai solusi dalam ketidakpastian pandemi Covid-19. Ini sebagai antisipasi jika keputusan pemerintah yang tetap akan mempertahankan 13 Juli 2020 sebagai awal tahun ajaran baru 2020.
Demikian Ketua Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli Rahim, dalam siaran pers kemarin.
Menurut Ramli, selama lebih dari tiga bulan pandemi Covid-19 mendera bangsa ini kita tidak melihat langkah konkrit yang dilakukan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia dalam mempersiapkan masa new normal yang saat ini dijalankan atas perintah Presiden Joko Widodo.
Selama tiga bulan kemendikbud seolah-olah menjalankan sistem “kementerian terserah” terutama dalam menjalankan proses pembelajaran dari rumah.
Maka Ikatan Guru Indonesia mengambil langkah cepat dengan menyelenggarakan berbagai pelatihan di hampir seluruh kabupaten kota di seluruh Indonesia tercatat 1458 pelatihan online digelar IGI sejak masa pandemi Covid-19 dan rekam jejaknya sebagian bisa dilihat pada website resmi IGI di https://www.igi.or.id/ mulai akhir Maret hingga awal Juni 2020.
IGI berharap, setelah pelatihan, guru tak lagi menempuh cara konyol PJJ dengan hanya mengirimkan tugas bahkan soal ujian kepada siswa melalui aplikasi whatsapp dan menunggu hasil atau jawaban juga dari aplikasi whatsapp. Saat ini ujian sekolah banyak dilakukan dengan cara konyol seperti itu. Ini imbas dari rendahnya kemampuan IT guru dalam pembelajaran.
Pasca pelatihan, IGI juga berharap guru-guru Indoensia sudah mampu menjalankan pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan dan berkualitas dengan menggunakan berbagai aplikasi dan menggabungkannya dengan video, game, komik, dan berbagai inovasi lain yang menghadirkan pembelajaran Daring yang menyenangkan dan berkualitas.ujarnya.
Upaya ini adalah bagian dari antisipasi IGI jika kemdikbud memaksakan pembelajaran jarak jauh selama satu semester.
Jika Kemdikbud memaksakan pembelajaran tatap muka dan era new normal, maka blended learning harus menjadi solusi minimnya jam tatap muka. Jika blended learning dijalankan maka sangat memungkinkan, siswa cukup dua minggu sekali ke sekolah dan cukup 4 jam di sekolah dengan sistem guru piket, sehingga siswa cukup bertemu guru mata pelajarannya 10-15 menit dalam bentuk konsultasi kesulitan yang dialami selama seminggu menjalani pembelajaran dalam jaringan. Seluruh materi pelajaran sang guru seharusnya sudah bisa diakses anak didik melalui aplikasi yang dibuat sendiri oleh gurunya sebelum pembelajaran Daring sehingga saat Daring, guru lebih mudah menyampaikan materinya dan cukup 20 menit untuk 1 jam pelajaran yang selama ini 35 menit untuk SD, 40 menit untuk SMP dan 45 menit untuk SMA.
Dengan menggabungkan daring dan luring ditambah penyiapan materi lebih awal sebagai bekal daring, maka diyakini bahwa pembelajaran akan jauh lebih efektif bahkan dibanding era normal.
Dan sesungguhnya pedoman penyelenggaran pembelajaran jauh seperti inilah yang diminta oleh IGI agar diterbitkan oleh Kemdikbud agar menjadi acuan PJJ yang berkualitas dan menyenangkan, bukan dengan cara “terserah gurunya”. Kemdikbud memang sudah mengeluarkan edaran terkait pedoaman pembenaran jarak jauh tapi lebih diarahkan nonton TV, Radio, Layanan pendidikan berbayar dan layanan pendidikan gratis, bukan bagaimana guru menjalankan PJJ dengan baik. (NN)