Resolusi Jihad KH Hasyim Asyari Pemantik Pertempuran 10 November
SURABAYA ( Merdeka News ) : Pertempuran 10 November 1945 selalu dikenang oleh masyarakat. Bagaimana tidak, hari itu dan hari-hari setelahnya membuktikan kegigihan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan yang baru saja seumur jagung.
Bangsa Indonesia menunjukkan bagaimana masyarakat, dengan berbagai latar belakang; tentara, sipil, kiai, santri, pemuda nasionalis, dan masyarakat biasa bertempur melawan sekutu yang hendak kembali menancapkan penjajahannya atas Indonesia.
Ribuan orang gugur sebagai kusuma bangsa. Namun, bagi sekutu, terutama Belanda, pertempuran ini menjadi peringatan bahwa mereka tak akan mudah kembali menguasai bekas jajahannya. Rakyat Indonesia menunjukkan tekadnya untuk melawan hingga tetes darah penghabisan.
Pertempuran 10 November di kemudian hari diabadikan sebagai Hari Pahlawan. Rasa-rasanya pengukuhan ini tepat, menilik perjuangan bangsa Indonesia yang untuk pertama kali sejak merdeka, menghadapi invasi kekuatan sekutu.
Pertempuran Surabaya tak lepas dari fragmen-fragmen sebelum pertempuran berlangsung. Para tokoh saling bertemu, dan saling menguatkan.
Ssalah satu titik penting adalah lahirnya fatwa dari pendiri Nahdlatul Ulama(NU), Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari, mengenai kewajiban jihad fisabilillah. Di kemudian hari, fatwa ini disebut dengan resolusi jihad.
Resolusi jihad tak lahir begitu saja. Hal ini terkait dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Salah satunya, pertemuan Presiden RI, Soekarno atau Bung Karno dengan KH Hasyim Asy’ari.
Salah satu penggalan peristiwa itu diulas cukup lengkap oleh Abdullah Taruna, dan dimuat di laman NU, nu.or.id, pada, Kamis, 11 November 2010, atau 12 tahun silam, dengan judul ‘Spirit Rakyat dalam Perang 10 November 1945’. (Nng)